Minggu, 26 September 2010

Dari sampah menjadi energi listrik

BAGI negara-negara yang telah maju, termasuk negara berkembang dengan penduduknya padat, sampah merupakan masalah yang cukup pelik. Berbagai upaya dilakukan untuk memecahkan cara penanganan sampah. Di antaranya dengan sistem open dumping (dibiarkan ditumpuk) atau sanitary landfill (ditimbun tanah).
Namun dengan sistem ini tetap saja menimbulkan masalah baru. Baik open dumping maupun sanitary landfill kelemahannya adalah volume sampah yang semakin menggunung. Polusi udara dari bau yang menyengat menganggu penduduk sekitarnya, produksi gas methan yang membahayakan, pencemaran udara dan air, bahkan ancaman bahaya longsor karena tumpukan sampah juga masalah baru. Kini lahirlah ide bahwa sampah sebenarnya dapat dimanfaatkan. Selain dihancurkan, juga akan menimbulkan sumber energi baru.
Sistem ini adalah membuat solusi bahwa sampah bisa jadi sumber energi listrik atau Watse to Energy atau yang lebih dikenal dengan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Di beberapa negara, pembuatan PLTSa ini sudah lama dilakukan, sebut saja di Republik Rakyat Cina (RRC) dan Singapura. Dengan PLTSa ini, selain berfungsi sebagai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), juga sampah ini diolah dan volumenya diperkecil dengan teknologi modern, juga bisa menjadikan sumber energi listrik. Sebab selain dapat menguntungkan karena bisa menjadi sumber energi, juga bisa memperkecil volume sampah dan juga teknik yang ramah lingkungan dibanding cara penanganan sampah konvensional selama ini dengan menggunakan open dumping dan sanitary landfill.

Jika telah terwujud, PLTSa yang berfungsi sebagai TPA ini nantinya akan memakai teknologi tinggi. Sampah-sampah yang datang akan diolah dengan cara dibakar pada temperatur tinggi 850 hingga 900 derajat Celicius. Berdasarkan perhitungan, dari 500 - 700 ton sampah atau 2.000 -3.000 m3 sampah per hari akan menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt.
Dari pembakaran itu, selain menghasilkan energi listrik, juga memperkecil volume sampah kiriman. Jika telah dibakar dengan temperatur tinggi tadi, sisa pembakaran akan menjadi abu dan arang dan volumenya 5% dari jumlah sampah sebelumnya. Abu sisa pembakaran pun bisa dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan batu bata.
PLTSa dengan bahan bakar sampah merupakan salah satu pilihan strategis dalam menanggulangi masalah penanganan sampah , selain berpotensi mengurangi volume sampah secara lebih efektif, juga bisa menghasilkan energi listrik. Listrik ini akan membantu atau meringankan beban PLN dalam penyediaan listrik bagi masyarakat.
Studi Amdal
Pembangunan bangunan PLTSa ini direncanakan akan ditanami pohon di sekeliling bangunan sehingga membentuk green belt (sabuk hijau). Bangunan PLTSa berikut sarana bangunan pendukungnya akan memakan lahan sekitar 3 Ha, sedangkan sabuk hijau akan memakan areal 7 Ha.
Pada saat sampah yang datang dibakar dengan temperatur yang tinggi, akan melahirkan energi panas yang dihasilkan oleh pembakaran tadi. Energi panas ini akan digunakan untuk memanaskan air hingga menjadi uap. Uap inilah kemudian tenaganya akan dipakai memutar turbin pembangkit listrik. Hasilnya, PLTSa akan menghasilkan 7 Megawatt (MW) per hari.
Warga sekitar bangunan PLTSa pun tidak usah khawatir tentang kedatangan sampah. Sebab sampah yang datang pertama-tama akan diturunkan kadar airnya dengan jalan ditiriskan dalam bunker selama 5 hari. Setelah kadar air berkurang tinggal 45%, sampah akan dimasukan ke dalam tungku pembakaran, kemudian dibakar.
Sisa pembakaran abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat semula akan diuji kandungannya apakah mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atau tidak, di laboratorium. Jika tidak mengandung B3, dapat dijadikan sebagai bahan baku bangunan seperti batako. Namun jika mengandung B3, akan diproses dengan teknologi tertentu sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menampung abu ini, di lokasi PLTSa akan dibuat penampungan abu dengan kapasitas 1.400 M3, yang mampu menampung abu selama 14 hari beroperasi.
Sedangkan sisa gas buang akan diproses melalui pengolahan yang terdiri dari :
  1. Gas buang hasil pembakaran akan dilakukan pada squenching chamber. Dari sini gas buang disemprot dengan air untuk menurunkan temperatur gas dengan cepat guna mencegah dioxin terbentuk kembali dan menangkap zat pencemar udara yang larut dalam air seperti NOx, SOx, HCL, abu, debu, dan partikulat.
  2. Kemudian gas yang akan dilakukan pada reaktor akan ditambahkan CaO sebanyak 12 kg/ton sampah. Tujuannya menghilangkan gas-gas asam, SOx< HCL, H2S, VOC, HAP, debu dan partikulat.
  3. Pada saat gas keluar dari reaktor, pada gas akan disemburkan karbon aktif sebanyak 1 kg/ton sampah, bertujuan menyerap uap merkuri, dioksin, CO.
  4. Kemudian gas akan dialirkan ke Bag Filler dengan tujuan menyaring partikel PM10 dan PM 2,5.
  5. Terakhir, gas buang akan dilepaskan ke udara melalui cerobong dengan ketinggian sekitar 70 meter.
Pada kegiatan penirisan sampah akan menghasilkan lindi dan bau. Lindi akan ditampung kemudian diolah sampai pada tingkat tertentu. PDAM akan membangun saluran air buangan dari PLTSa dan membangun fasilitas pengolahan limbah PLTSa. Sedangkan bau yang ditimbulkan berada dalam bunker bertekanan negatif sehingga tidak akan keluar tetapi tersedot dalam tungku pembakaran sehingga tidak menimbulkan bau sampah di luar bangunan.
Tahapan Kegiatan

Tahapan pertama adalah penyiapan lahan 10 ha. Lahan tersebut dibeli dari para petani atau pemilik sawah/lahan. Selanjutnya, mobilisasi tenaga kerja untuk membangun PLTsa, mobilisasi peralatan berat, konstruksi, pembersihan lahan, penyiapan lahan, pemasangan fondasi, mobilisasi bahan bangunan, mobilisasi peralatan PLTSa, instalasi PLTSa, dan pelepasan tenaga kerja kontruksi.
Setelah tahapan dilakukan, PLTSa akan diuji coba dahulu sebelum benar-benar layak dioperasikan. Sampah-sampah segera didatangkan oleh PD Kebersihan kemudian diturunkan ke bunker berkapasitas 10.000 m3, yang cukup untuk menyimpan sampah 5 hari. Sampah tersebut akan ditiriskan selama 3-5 hari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar