Minggu, 26 September 2010

lapisan ozon dan global warming


Setiap tanggal 16 September, masyarakat Bumi memperingati hari ozon, namun penipisan lapisan ozon masih terus berlangsung. Dampak penipisan lapisan ozon antara lain meningkatnya intensitas sinar ultra violet yang mencapai permukaan Bumi dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan, seperti kanker kulit, katarak, dan penurunan daya tahan tubuh, dan bahkan terjadinya mutasi genetik.
Menipisnya lapisan ozon mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan, keterbatasan sumber air bersih, kerusakan rantai makanan di laut, musnahnya ekosistem terumbu karang dan sumber daya laut lainnya, menurunnya hasil produksi pertanian yang dapat mengganggu ketahanan pangan, dan bencana alam lainnya.
Mata rantai dampak penipisan lapisan ozon berikutnya adalah terjadinya pemanasan global (global warming). Gas karbon dioksida (CO2) memiliki kontribusi paling besar sekitar 50 persen, diikuti chloroflourocarbon (CFC) 25 persen, gas methan 10 persen, dan sisanya gas lain terhadap pemanasan global. Munculnya kembali penyakit mendunia seperti malaria dan TBC yang diakibatkan oleh pemanasan global. Nyamuk aedes aigepty sebagai vektor penyakit malaria dapat berpindah dan berkembang biak dari Afrika ke Eropa. Pemanasan global juga menyebabkan mencairnya lapisan es di Benua Antartika. Akibatnya, muka air laut global naik sampai 25 cm di akhir abad ke-20. Sehingga terjadi ketidakseimbangan iklim, dimana di suatu tempat terjadi bencana kekeringan, dan di tempat lainnya terjadi bencana banjir. Kerugian dunia mencapai 300 milyar dollar AS per tahun akibat dampak perubahan iklim dan berkurangnya kemampuan hutan sebagai penjerap karbon (carbon sink) karena 65 juta hektar dari 3.500 juta hektar hutan punah pada periode tahun 1990-1995, sebagaimana diungkapkan di Nairobi, ketika konferensi ke- 21 UNEP oleh United Nation Environment Programme (UNEP), badan PBB untuk program lingkungan. Dalam laporannya, dimana untuk mengatasi efek dari pemanasan global pada 50 tahun mendatang memerlukan dana sekitar 300 milyar dollar AS.
Menurut Klaus Toepfer, Direktur Eksekutif UNEP, mengurangi saja tidak cukup, kita harus bekerja untuk menghapuskan emisi gas rumah kaca. Namun, ancaman bencana ini cenderung diabaikan. Kenyataan menunjukkan, jumlah pencemaran gas rumah kaca dari tahun ke tahun terus meningkat. Salah satu jenis gas rumah kaca, yakni CO2 emisinya terus meningkat dari tahun 1990 sebesar 1,34 milyar ton, dan pada tahun 1997 sebesar 1,47 milyar ton. Sumber utama CO2 dari 30 negara maju saja, yang berpenduduk 20 persen dari penduduk dunia menyumbang dua pertiga emisi salah satu gas rumah kaca tersebut. Sedangkan negara berkembang yang berpenduduk 80 persen dari penduduk dunia hanya menyumbang sepertiga emisi CO2. Dari sektor transportasi di Amerika Serikat saja emisi CO2 lebih besar dari total emisi seluruh dunia di sektor tersebut.
Sepanjang abad ke-20, terjadi 10 kasus tahun terpanas hanya dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Tahun 1998 tercatat sebagai tahun terpanas di abad ke-20, yang berdampak terjadinya kebakaran hutan di Indonesia, Brasil, Australia atau negara lainnya dan kemarau panjang yang memusnahkan panen seperti di Afrika, serta bencana iklim lainnya akibat fenomena El-Nino.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi kenaikan temperatur mencapai 2,5 sampai 10,4o C sampai periode seratus tahun mendatang dan mengindikasikan bahwa akan terjadi kenaikan permukaan air laut setinggi 1 meter pada tahun 2008. Daerah yang rawan terhadap dampak ini terjadi di Asia Selatan, Asia Tenggara, sepanjang pantai selatan Mediterania, pantai barat Afrika, dan terumbu karang di Lautan Indonesia dan Pasifik.
Lapisan ozon berfungsi melindungi Bumi dari sinar ultra violet yang dipancarkan oleh Matahari. Menipisnya lapisan ozon diketahui pada pertengahan tahun 1980-an. Penipisan lapisan ozon disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia sebagai bahan perusak lapisan ozon (ozone depliting substance) dan gas CO2 yang dapat berasal dari hasil proses pembakaran seperti dari kendaraan, pabrik, dan kebakaran hutan.
Bahan perusak lapisan ozon
Bahan-bahan perusak lapisan ozon (BPO) yang dipakai di Indonesia dan penggolongannya berdasarkan Protokol Montreal adalah:
1. Annex A Group I: CFC-11, CFC-12, CFC-113, dan CFC-115. CFC pertama sekali ditemukan tahun 1930-an. Masyarakat dunia bisa menikmatinya sebagai gas freon yang dipakai dalam lemari es, AC, dan aerosol, dalam produksi busa (foam) dan untuk sterilisasi.
2. Annex A Group II: Halon-1211, Halon-1301. Halon digunakan untuk pemadaman kebakaran.
3. Annex B Group II: Carbon Tetra Chloride (CTC). Carbon tetra klorida (CCl4) digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan CFC-11 dan CFC-12, untuk pembuatan beberapa jenis pestisida, sebagai pelarut dalam produksi karet dan zat warna sintetis, sebagai metal dereaser, dry-cleaning agent, pemadam kebakaran, dan juga untuk fumigasi biji-bijian.
4. Annex B Group III: Methylchloroform. Methylchloroform juga dikenal sebagai Trichloroethane digunakan untuk pelarut dan pencucian logam di berbagai industri, untuk dry-cleaning, penghilang debu pada industri tekstil, untuk aerosol, pembuatan senyawa fluorokarbon dan bahan kimia lain, untuk industri semi- konduktor, industri baja, industri tinta, dan sebagainya.
5. Annex E: Methyl Bromide .
Dari BPO di atas, yang terbanyak dikonsumsi adalah CFC. Indonesia termasuk dalam katagori negara artikel 5 karena konsumsi CFC dan Halon kurang dari 0,3 kg/kapita/ tahun.
Kebijakan dalam Perlindungan Lapisan Ozon Pada tahun 1981, melalui keputusan UNEP Governing Council yang merupakan Working Group beranggotakan wakil dari berbagai negara, telah menyusun konsep "Konvensi untuk Perlindungan Lapisan Ozon". Dan, pada tahun 1985, dokumen ini yang dikenal sebagai Konvensi Wina tentang Perlindungan Ozon telah diadopsi oleh negara-negara Uni Eropa dan 21 negara lainnya. Protokol Montreal yang berisi tentang Bahan Perusak Lapisan Ozon (Ozone Depleting Substances) ditetapkan pada tanggal 16 September 1987 dan berlaku sejak Januari 1989. Tanggal tersebut dijadikan dasar dalam memperingati hari ozon sedunia. Disetujuinya Amandemen Copenhagen pada tahun 1992 yang menetapkan penghentian produksi CFC di negara maju pada tahun 1996 dan di negara berkembang pada tahun 2010. Belanda, Jerman, dan Denmark yang memutuskan menghapus penggunaan bahan perusak ozon pada tahun 1994. Amerika melakukannya pada tahun 1996.
Pada tahun 1992, Indonesia meratifikasi Protokol Montreal dan Konvensi Wina melalui Keppres Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengesahan Konvensi Wina dan Protokol Montreal. Pada tanggal 1 Agustus 1994, lahir UU No 6 Tahun 1994 mengenai Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Kemudian PP No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Indonesia menargetkan penghapusan bahan perusak ozon pada tahun 2007.
Pada bulan Desember 1997 di Kyoto, Jepang disepakati Protokol Kyoto yang berisikan bahwa negara-negara industri harus mengurangi emisi-emisi dari 6 gas rumah kaca dengan rata-rata lebih dari 5,2 persen selama 2008-2012. Uni Eropa dan Australia berkomitmen mengurangi CO2 sebesar 8 persen, Iceland sebesar 10 persen, dan Amerika Serikat sebesar 7 persen. Hasil penelitian para ahli lingkungan dan meteorologi AS menemukan bahwa akan terjadi bencana efek rumah kaca yang diakibatkan oleh peningkatan CO2. Namun, Amerika Serikat membatalkan kesepakatannya mengenai protokol tersebut melalui surat tertanggal 12 Maret 2001, dengan alasan mengganggap CO2 bukan salah satu zat pencemar (emiten) dan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi AS.
Perlindungan lapisan ozon
Tindakan nyata dalam perlindungan ozon harus dimulai dari diri sendiri, dengan mengonsumsi bensin nontimbal, seperti Super TT atau bahan bakar beroktan tinggi, seperti premix pada kendaraan. Penggunaan pengubah katalis (catalitic converter) di knalpot kendaraan berguna untuk mengurangi kadar CO, HC, dan NOx kendaraan. Pemerintah mencanangkan tahun 2003 sebagai batas akhir pemakaian BBM bertimbal. Menurut Adiatma Sardjito, press relations Pertamina, premium nontimbal sudah bisa dinikmati warga Jabotabek mulai Juli 2001, seluruh Jawa tahun 2002, dan seluruh Indonesia tahun 2003.
Upaya lain dalam perlindungan lapisan ozon adalah menggantikan BPO dengan alternatif lain yang bersifat tidak beracun, tidak merusak ozon dan ramah lingkungan seperti (CFC) yang diganti dengan HCFC, HFC, atau gabungan keduanya. Untuk beralih dari freon ke hidrokarbon, misalnya AC kendaraan tak perlu diganti dengan yang baru. Dari berbagai pengujian, terbukti pendingin hidrokarbon bisa langsung dipakai (drop-in substitute). Selain itu, pemakaiannya jauh lebih hemat daripada freon CFC. Hutan harus dilestarikan dan diselamatkan dari proses eksploitasi secara rakus karena hutan berfungsi melindungi lapisan ozon dan sebagai penjerap karbon.
Menipisnya ozon dan efek rumah kaca merupakan masalah bersama masyarakat Bumi, bukan hanya masalah negara maju atau negara berkembang karena masing-masing negara berada di Bumi yang sama, yang harus dan wajib dilindungi dan dipelihara secara global. Bumi mungkin tidak akan menderita akibat bencana tersebut, melainkan nasib enam milyar manusia serta makhluk hidup lainnya yang dipertaruhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar